Setiap masyarakat terdapat sesuatu yang bernilai dan berharga. Sesuatu tersebut bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, kehormatan, jabatan, ataupun sesuatu yang bernilai ekonomis. Adanya sesuatu yang bernilai dan berharga tersebut menciptakan pelapisan dalam masyarakat.
Kedudukan seseorang yang menempati status tinggi mempunyai kedudukan yang dinilai penting dalam masyarakat. Hampir dapat dipastikan keberadaan tokoh masyarakat merupakan individu yang mempunyai status yang tinggi. Individu yang memiliki status sosial yang tinggi secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap hukum. Hak-hak istimewa dan prestise yang dimiliki golongan kelas atas memberikan perlakuan tersendiri di mata hukum jika di bandingkan dengan mereka yang berada di gologan bawah. Azaz semua sama dihadapan hukum seolah-olah menjadi tidak berlaku di negara ini. Bagi mereka yang sepaham dengan Hans Kelsen dan John Austin, asas ini dianggap benar adanya, karena di pikiran mereka hukum itu tidak lain adalah apa yang menurut undang-undang, bukan apa yang seharusnya. Namun menurut pandangan saya dengan melihat fakta di lapangan sering kali terjadi pelanggaran azaz kesamaan di hadapan hukum. Individu yang berbeda statusnya memiliki perlakuan yang berbeda di mata hukum. Bisa dilihat bagaimana seorang pejabat yang melakukan tindakan korupsi dengan seorang pencuri motor. Dua individu yang berbeda statusnya mendapatkan perlakuan yang berbeda. Padahal secara jelas dalam azaz hukum di Indonesia salah satunya adalah kesamaan di hadapan hukum. Bisa dilihat pula bagaimana hukum begitu sulit mengupas kasus Anggodo dan Bank Century, namun hukum dengan cepat mengupas kasus Mbok Minah. Status sosial berpengaruh sampai begitu jauhnya sehingga dua individu yang berbeda status mendapatkan perlakuan yang berbeda di mata hukum.
Fakta Pembedaan perlakuan di hadapan hukum seperti contoh di atas membuktikan teori para sosiolog bahwa terdapat faktor-faktor lain di luar hukum, yang ikut mempengaruhi perilaku aparatur penegak hukum, seperti kekuasaan, kekayaan, jabatan, relasi, derajat pendidikan, ketokohan dan lain-lain. Golongan atas seperti penguasa, pejabat, pengusaha ataupun yang lain ketika berhadapan dengan hukum mampu “membeli hukum” dengan status yang dimiliki. Ketika tersandung masalah hukum para elit mendapatkan sesuatu yang bisa saya sebut sebagai “pemanjaan hukum” bagi orang-orang elit. Bukti dari “pemanjaan hukum” tersebut adalah berlakunya ketentuan-ketentuan tertentu seperti ketentuan sebelum diperiksa, penyidik yang harus mendapatkan izin, dan perlakuan yang pantas ketika pemeriksaan. Ketika menjalani masa tahanan memperoleh hak istimewa seperti hak penangguhan, hak dikunjungi keluarga, hak berobat ketika sakit, dan hak memberikan keterangan secara bebas.